Sejarah Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Dominasi Asing
Sultan Baab Ullah menentang Portugis (Ternate)
Bangkitnya Rakyat Ternate dibawah pimpinan Sultan Baab Ullah menentang
portugis, disebabkan karena tingkatan bangsa Portugis yang sudah
melampaui batas. Terlebih lagi setelah “kaki tangan” bangsa Portugis
menikam Sultan Hairun hingga tewas, ketika memasuki benteng untuk
merayakan perjanjian perdamaian yang di sepakatinya. Dengan tewasnya
Sultan Hairun maka sejak tahun 1570 rakyat ternate menghalangi aktivitas
bangsa Portugis yang dijalankan dalam benteng. Kehidupan bangsa Portugis didalam benteng mengalami kemunduran dan bahkan terjadi kesulitan-kesulitan.
Hingga
pada tahun 1575 Sultan Baab Ullah menawarkan agar Portugis menyerah dan
dijamin keselamatannya untuk meninggalkan Ternate. Sultan Baab Ullah
memerintahkan menyiapkan perahu-perahu dan perlengkapan untuk bangsa
Portugis meninggalkan ternate menuju Ambon. di Ambon bangsa Portugis
mendirikan benteng, namun pada tahun 1605 , Ambon direbut VOC. Portugis
tergusur dan menetap di pulau timor bagian Timur sampai tahun 1976.
Dipati Unus Menyerang Portugis di Malaka,
Malaka jatuh ketangan Portugis pada tahun 1511. Akibatnya, aktivitas
perdagangan para pedagang Islam di Selat Malaka terhenti dan para
pedangang Islam mencari jalan sendiri untuk menjalin hubungan dengan
pedagang-pedagang islam di sebelah Barat Indonesia. Di samping itu,
kedudukan kerajaan-kerajaan islam di Indonesia merasa terancam oleh
pengaruh Portugis. Oleh karena itu, mereka ingin mengusir Portugis dari
Malaka.
Serangan kerajaan Demak ke Malaka dipimpin oleh Dipati Unus (Putra
Raden Patah) merupakan bukti kecemasan terhadap Portugis. Armada Demak
bersama-sama Armada Aceh, Palembang, dan Bintan berusaha merebut Kota
Malaka.
Panglima Fatahillah menduduki Jawa Barat,
perkembangan demak sebagai Kerajaan Islam di Jawa menyebabkan munculnya
rasa khawatir bagi Raja Pajajaran (Hindu). Rasa takut dan khawatir
itulah yang menyebabkan Kerajaan Pajajaran menjalin hubungan dengan
bangsa Portugis di Malaka. Sedangkan Kerajaan Demak berusaha untuk
menggagalkan hubungan itu. Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa
Barat dibawah pimpinan Fatahillah. Ia berhasil menduduki Cirebon, Sunda
Kelapa, dan Banten yang merupakan pelabuhan-pelabuhan penting bagi
Kerajaan Pajajaran.
Sulatan Iskandar Muda menyerang Portugis,
sebelum Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, wilayah bagian
Utara Sumatera menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Malaka. Tetapi
ketika Malaka dikuasai Portugis, di Sumatera bagian Utara berdiri
Kerajaan Aceh dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Kedudukan Portugis di Malaka merupakan saingan bagi
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, terutama Kerajaan Aceh yang
kekuasaannnya dekat dengan Malaka. Kerajaan Malaka merasa khawatir
terhadap aktivitas dan kegiatan-kegiatan Portugis di Malaka. Oleh karena
itu, kerajaan Aceh dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda mengirim
pasukan untuk menyerang Portugis di Malaka, namun serangan itu mengalami
kegagalan.
Sultan Agung Menyerang Belanda di Batavia,
Sultan Agung, Raja terbesar dari Kerajaan Mataram, mempunyai cita-cita
untuk menjadikan Pulau Jawa sebagai daerah kekuasaan yang
berundang-undang dibawah panji Kerajaan Mataram. Untuk mencapai
cita-citanya itu, Sultan Agung harus dapat mengusir VOC dari Batavia.
Serangan pertama mengalami kegagalan, karena pasukan, logistik(bahan
makan) dan persiapan Kerajaan Mataram masih belum begitu lengkap.
Serangan
yang kedua terjadi tahun 1629. Kerajaan Mataram telah mempersiapkan
pasukan perangnya dan mendirikan lumbung-lumbung padi di sepanjang jalan
yang dilalui oleh pasukan Kerajaan Mataram. Pendirian lumbung-lumbung
padi sebagai tempat persediaan bahan makanan diketahui oleh pihak VOC,
maka lumbung-lumbung padi itu dibakar oleh ”kaki tangan”VOC. Sehingga
Kerajaan Mataram pun menjadi kegagalan pula.
Sultan Ageng Tirtayasa menentang Belanda,
Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat Puteranya yang bergelar Sultan Haji
mempunyai sifat yang berlainan dalam memandang kongsi sedangkan Sultan
Haji lemah dan bersahabat dengan VOC. Maka ketika Sultan Haji memerintah
di Banten, antara Banten dan VOC terjadi hubungan pedagang. Namun
demikian Sultan Ageng Tirtayasa menentang hubungan itu dengan menurunkan
Sultan Haji dari tahtanya.
Sultan Hasanuddin menentang belanda,
Makassar terletak tidak jauh dari jalan perdagangan antara Maluku
dengan daerah yang ada di wilayah Indonesia bagian Barat, sehingga
Makassar menjadi bandar pelabuhan yang sangat ramai pada saat itu.
Dengan perantaraan para pedagang Islam, daerah Sulawesi Selatan telah
memeluk agama Islam.
Untuk
memperkuat kekuasaan dagangnya, Sultan Hasanuddin menduduki Sumbawa,
sehingga jalur pelayaran perdagangan dapat dikuasainya. Penguasaan yang
dilakukan oleh Sultan Hasanuddin itu dianggap sebagai perintang oleh
belanda dalam aktivitas perdagangannya.
Belanda
meminta bantuan pada Raja Bone yaitu Aru Palaka. Dengan bantuannya,
Makassar jatuh ke tangan Belanda dan Sultan Hasanuddin dipaksa
menandatangani Perjanjian Bongaya (1667).
2) Perlawanan Sesudah Tahun 1800
A.Perlawanan Rakyat Maluku
Keberhasilan
VOC menanamkan kekuasaanya didaerah maluku menyebabkan rempah-rempah
sebagai hasil utama monopoli oleh kompeni belanda. Rempah-rempah harus
dijual ke VOC. Harga ditentukan pihak VOC. Pengawasan terhadap penduduk
diperketat dan tidak jarang menggunakan kekerasan. Karena
tindakan-tindakan yang dilakukan VOC itu menyebabkan kesengsaraan,
penderitaan dan kelaparan. beban hidup yang cukup berat itu menimbulkan
pemberontakan dikalangan rakyat.
Perlawanan-perlawanan yang di lakukan oleh rakyat di daerah maluku ini mendapat dukungan dari beberapa kalangan diantaranya:
1). Perlawanan Sultan Nuku (Tidore) (1797-1885)
Sebagai
seorang sultan di Kerajaan Tidore, Sultan Nuku berusaha meringankan
beban rakyat dari penindasan pihak kolonial Belanda. Untuk itu Sultan
Nuku bertekad mengangkat senjata bersama rakyat untuk menyerang Belanda.
Dalam usaha Sultan Nuku berhasil membina angkatan armada perang yang
terdiri 200 buah kapal perang dan 6000 orang pasukan. Perjuangan
ditempuh oleh Nuku melalui senjata maupun politik diplomasi.
Siasatnya
mengadu domba Inggris dengan Belanda, sehingga membuat Sultan Nuku
berhasil membebaskan kota Soa Siu dari kekuasaan Belanda (20 Juni 1801).
Selanjutnya Maluku Utara berhasil dipersatukan di bawah kekuasaan
Sultan Nuku (Tidore).
2). Perlawanan KapitanPattimura (1817)
Perlawanan
yang dilakukan Thomas Matulesi (lebih dikenal dengan Kapitan Pattimura)
diawali dengan penyerbuan terhadap benteng Belanda yang bernama Benteng
Duurstede di Saparua. Dengan kegigihan rakyat maluku di bawah pimpinan
Kapitan Pattimura, akhirnya Benteng Duurstede berhasil direbut. Residen
Belanda terbunuh dalam peristiwa itu. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram
dan tempat-tempat lainnya. Belanda semakin terdesak. Akhirnya Belanda
mengerahakan segenap kekuataannya untuk mematahkan perlawanan rakyat
Maluku.
Tetapi
pertempuran di pihak rakyat Maluku berkurang akibat tertangkapnya
Kapitan Pattimura berserta kawannya dalam pertempuran. Pada tanggal 16
Desember 1817. Kapitan Pattimura beserta kawan seperjuangan dihukum mati
di tiang gantungan.
B. Perang Padri
1) Sebab – sebab Perang Padri
Menurut ajaran Islam, masalah kekerabatan yang berhubungan dengan warisan sebenarnya harus bersifat patrilinear, sedangkan yang berlaku di Minangkabau adalah Matrilinear
(warisan adat lama dan yang menerima warisan itu kaum ibu). Selain itu,
masyarakat harus hidup sederhana dan menjauhkan diri dari segala
kesenangan duniawi yang berlebihan, seperti berpakaian yang indah-indah
dan sebagainya.
Ketika
pada tahun 1821, pertentangan antara orang-orang Padri dengan Raja
makin meruncing. Kaum Padri yang tidak berhasil menyelesaikan pertikaian
dengan jalan damai, akhirnya mengambil jalan kekerasan.
2) Jalannya Perang Padri
Menurut
cerita rakyat setempat, Raja diundang oleh Tuanku Pasaman ke Kota
Tengah untuk diajak berunding. Tuanku Pasaman adalah seorang tokoh Kaum
Padri yang beralian radikal. Pada waktu itu raja beserta para petinggi
kerajaan datang untuk memenuhi undangan tersebut. Dalam perundingan
terjadi kegagalan untuk mencapai kata sepakat, sehingga Tuanku Pasaman
mengambil tekat untuk memusnahkan Raja beserta pengikutnya
Tuanku Pasaman menuduh bahwa raja sudah melanggar ajaran Islam karena itu seluruh yang hadir di bunuh oleh Kaum Padri.
3) Periode Pertama(1821-1825)
Pada
periode ini belanda mengirim tentaranya dari batavia kebawah pimpinan
Letkol Raaf. Serangan Belanda tersebut berhasil merebut Batu Sangkar
(dekat Pagarruyung) dan langsung mendirikan benteng yang bernama benteng
Fort Van Der Capellen (Gubernur Jendral di Indonesia pada saat itu.
4) Periode ke Dua (1825-1830)
Kedua
belah pihak berusaha untuk menjaga diri sebaik-baiknya dan selalu siap
apabila suatu saat terjaadi peperangan yang tidak di harapkan. Walaupun
isi Perjanjian Masang sekurang-kurangnya merupakan suatu jaminan untuk
tidak mengadakan peperangan dalam waktu yang singkat tetapi suasana
tetap tegang (semacam perang dingin).
5) Periode ketiga (1830-1837)
Setelah
tahun 1830 atau setelah Perang Diponegoro usai, keadaan di Sumatera
Barat sangat berubah, yaitu terjadi pertempuran-pertempuran yang tidak
dapat dihindari lagi. Naskah perjanjian masang dirobek-robek oleh
Belanda. Belanda menuduh Kaum Padri tidak setia terhadap Perjanjian
Masang.
6) Akhir Perang Padri
Kekuatan
Belanda sudah berada di Sumatera Barat untuk menundukkan Kaum Padri.
Kota Bonjol dikuasai untuk pertama kalinya oleh Belanda. Hal ini bukan
berarti Kaum Padri sudah menyerah.
Namun
pada tahun 1831, terjadi persatuan Kaum Adat dengan Kaum Padri pada
tahun 1833 serentak mengadakan serangan umum terhadap Kota Bonjol,
sehingga membuat pasukan Belanda kalang kabut. Letnan kolonel Elout
sebagai pemimpin pasukan Belanda pada saat itu mengambil suatu
kebijaksanaan bahwa prajurit-prajurit Sentot beragama Islam dan sama
dengan agama yang dianut oleh rakyat di Sumatera Barat.
Tetapi
kenyataannya berbeda, Sentot yang ditugaskan untuk menarik simpati
rakyat malah mengadakan hubungan dengan Kaum Padri. Gerak-gerik Sentot
dapat dibaca oleh Belanda, kemudian Sentot dipanggil ke Batavia untuk
ditahan dan diasingkan ke Bengkulu hingga wafat disana pada tahun 1855.
Pada
tahun 1834 Belanda dibawah pimpinan Cochius dan Michaels berhasil
menduduki basis kekuatan kaum Padri di Kota Bonjol. Belanda mengajak
berunding, tetapi Imam Bonjol tertipu oleh Belanda dan ditangkap.
Selanjutnya, ia di bawa ke Batavia dan kemudian ke Minahasa sampai
meninggal pada tahun 1864, dan berakhirnya Perang Padri, seluruh wilayah
Sumatra Barat jatuh ke tangan Belanda.
C.Perang Diponegoro
Sejak
kedatangan belanda di Jawa Tengah, Kerajaan Mataram mengalami
kemerosotan. Wilayah kerajaan makin sempit karena banyak daerah diambil
oleh Belanda sebagai imbalan atas bantuannya.
1) Latar Belakang Perang Diponegoro
Ada beberapa hal yang menyebabkan Pangeran Diponegoro turun tangan dan memimpin perlawanan terhadap belanda.
# Sebab-sebab umum
- Kekuasaan Raja Mataram semakin kecil dan kewibawaannya mulai merosot. Bersamaan dengan itu terjadi pemecahan wilayahnya menjadi empat kerajaan kecil, yaitu Surakarta, Ngayogyakarta, Mangkunegara dan Paku Alaman.
- Kaum bangsawan merasa di kurangi penghasilannya, karena daerah-daerah yang dulu dibagi-bagikan kepada para bangsawan, kini ambil oleh pemerintah belanda. Pemerintah Belanda akan mengeluarkan maklumat yang isinya akan mengusahakan perekonomian sendiri, tanah milik kaum partikelir (swasta) harus dikembalikan kepada pemerintah belanda. Sudah tentu tindakan ini menimbulkan kegelisahan diantara para bangsawan, karena harus mengembalikan uang persekot yang telah mereka terima.
- Rakyat yang mempunyai beban seperti kerja rodi, pajak tanah dan sebagainya merasa tertindas. Begitu pula karena pemungutan beberapa pajak yang diborong oleh orang-orang tionghoa dengan sifat memeras dan memperberat beban rakyat.
# Sebab-sebab khusus
Sebab-sebab
khusus terjadinya Perang Diponegoro adalah pembuatan jalan yang melalui
makam leluhur pangeran dipenogoro di tegal rejo. Patih Danurejo IV
(seorang ”kaki tangan” balanda) memerintahkan untuk memasang patok-patok
di jalur itu.
Keadaan
seperti ini berlangsung berkali-kali, sehingga akhirnya pato-patok itu
dipasang kembali oleh Pangeran Diponegoro dengan tombak. peperangan
tidak dapat dielakan lagi dan pasti akan terjadi, tetapi Belanda
berusaha mengatasi kemelut antara kedua bangsawan tersebut dan
mengharapkan tidak terjadi peperangan.
2) Jalannya Perang Diponegoro
Serangan
itu merupakan awal mulanya Perang Diponegoro, Pangeran Diponegoro
bersama dengan Pangeran Mangkubumi berhasil meloloskan diri keluar kota
dan memusatkan pasukannya diSelarong. Kemudian Pangeran Diponegoro
menggempur kota Ngayogyakarta, sehingga Sultan Hamengkubuwono V yang
masih kanak-kanak di bawa ke benteng Belanda.
Pada
tahun 1826 terjadi pertempuran dingalengkong. Pasukan Diponegoro
mengalami kemenangan gemilang yang mengharumkan nama Pangeran
Diponegoro. Rakyat menobatkan Pangeran Diponegoro sebagai sultan dengan
gelar sultan Abdul Hamid Herutjokro Amirulmukminin Saidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa. Penobatan ini berlangsung didaerah Dekso.
Pangeran
Diponegoro mengobarkan perang gerilya karena ia mengetahui dengan pasti
kekuatan pasukannya yang jauh di bawah kekuatan Belanda. Dalam
perselisihan itu Pangeran Diponegoro berpendapat bahwa masalah
pemerintahan dan keagamaan harus dipegang oleh satu kanan, karena dua
unsur itu dianggap saling membantu, sedangkan menurut Kiai Mojo kedua
masalah itu harus di pegang secara terpisah. Tampaknya perselisihan itu
juga menentang siasat perang, karena menolak usul perang terbuka dari
Kiai Mojo.
Tahun
1829 merupakan saat yang sangat krisis bagi Pangeran Diponegoro. Satu
persatu pengikutnya mulai meninggalkan dan memisahkan diri. Setelah Kiai
Mojo memisahkan diri dari kelompok Pangeran Diponegoro, juga Sentot Ali
Basa Prawiradja yang menginginkan perang terbuka dan menolak siasat
perang gerilya.
Sentot
Ali Basa Prawiradja akhirnya menyerah kepada Belanda. dengan
terpenuhinya syarat-syarat itu maka pada tanggal 20 oktober 1829 sentot
menyerah kepada Belanda di yogyakarta. kedatangan sentot bersama
pasukannya disambut oleh Belanda dengan suatu upacara militer. Sentot diangkat oleh Belanda dengan pangkat letnan kolonel yang langsung berada dibawah pimpinan jendral De Kock.
3) AkhirPerang Diponegoro
Kolonel
Cleerens berhasil mengadakan perundingan pendahuluan sekitar bulan
Februari 1830. Dalam perundingan itu Pangeran Diponegoro mengajukan
tuntutan yaitu Pangeran Diponegoro menginginkan sebuah negara merdeka
dibawah seorang sultan dan juga ingin menjadi Amirulmukminin di seluruh
tanah jawa serta sebagai kepala negara bagi masyarakat islam.
Tuntutan
itu tak dipenuhi oleh Belanda sehingga terjadi tawar menawar pun
terjadi. Hasil perundingan itu sudah tidak ada harapan lagi. Melihat
keteguhan hati Pangeran Diponegoro akhirnya kekebalan diplomatik yang
dimiliki Pangeran Diponegoro disingkirkan oleh Belanda. Pangeran
Diponegoro ditangkap dan ditawan di Batavia, kemudian di manado.
Selanjutnya Pangeran Diponegoro di tawan di makassar (benteng
Rotterdam). Pangeran Diponegoro meninggal di makassar pada tanggal 8
januari 1855.
Dengan
tertangkapnya Pangeran Diponegoro, maka berakhirlah Perang Diponegoro
dengan Belanda. Belanda mengakui bahwa Perang Diponegoro merupakan
perang yang paling hebat, karena pihak belanda banyak mengeluarkan
biaya.
D. Perang Aceh
Sejak
sepeninggalan Suktan Iskandar Muda, keadaan Kerajaan semakin suram.
Kerajaan Aceh yang masa jaya pada masa Sultan Iskandar Muda akhirnya
terpecah belah menjadi kerajaan-kerjaan kecil yang berkuasa dan
berdaulat. Sultan Aceh hanya berkuasa di daerah Kutaraja dan sekitarnya
saja. Sultan hanyalah merupakan lambang persatuan Aceh namun demikian
Sultan berkuasa penuh atas hubungan dengan negara asing. Bangsa Belanda
maupun Inggris mengakui kedudukan Aceh berdasarkan Treaty of London (1824).
1) Sebab-sebab Perang Aceh
Kedudukan
Aceh dalm politik Internasonal, akibatnya putra-putri Aceh dapat
berdagang secara leluasa dengan bangsa manapun juga. Belanda pun juga
mendapat keuntungan dari hal tersebut dengan menggeledah dan menangkap
para pelaut Aceh, sebagai balasannya rakyat Aceh mengadakan
sergapan-sergapan terhadap kapal-kapal Belanda.
Peperangan
diantara kedua belah pihak tak dapat dielakkan. Hingga pad tahun 1850,
Belanda melakukan perundingan dengan Aceh untuk menghentikan permusuhan
dan Aceh bersedia menepati janji.
Keadaan
aman dan damai akibat perundingan tersebut digoncangkan lagi oleh
Belanda. Pada tahun 1858, Belanda mengadakan perjanjian dengan Raja
Siak. Dalam perjanjian ini Raja Siak dipaksa menyerahkan kekuasaannya
kepada Belanda, yaitu daerah taklukkan Kerjaan Siak Deli Serdang,
Asahan, dan Langkat. Sesungguhnya daerah-daerah itu adalah wilayah
kekuasaan Raja Aceh sejak masa Sultan Iskandar Muda. Belanda telah
melanggar kedaulatan Aceh dengan membuat perjanjian sepihak dengan Siak.
Belanda sudah tidak menepati janji, dan Inggris mengakui bahwa Belanda
yang besalah atas semua ini.
Dalam
rangka memperkuat kedudukannya, Aceh mengadakan hubungan dengan
kesultanan Turki. Kendati kemudian, hubungan yang dijalin Aceh dan Turki
pada tahun 1868 mengguncangkan pemerintahan Belanda. Terlebih lagi
dengan terbukanya Teruzan Suez tahun 1869, kedudukan Aceh sangatlah
penting, baik dari strategi peperangan maupun dari dunia perdagangan
yang dekat dengan Selat Malaka. Oleh karena itu, Inggris dan Belanda
takut kalau Aceh diduduki oleh salah satu bangsa Barat lainnya.
Namun
setelah terbukti, bahwa Aceh mengadakan hubungan dengan Konsul Italia
dan Amerika, maka Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian tahun1872
yang dikenal dengan Traktak Sumatra, dimana Inggris memberikan
kelonggaran kepada Belanda untuk bertindak terhadap Aceh dan sebaliknya
Inggris boleh secara leluasa berdagang di Siak.
2) Jalannya Perang Aceh
Pada
tahun 1873, pasukan Belanda yang pertama dengan kekuatan 3800 orang
dapat dibinasakan oleh pasukan rakyat Aceh. Jenderal Kohler yang
memimpin pasukan tersebut dapat dibunuh.
Kemudian
menyusul pasukan Belanda dengan kekuatan 8000 orang dibawah pimpinan
Jenderal Van Swieten. Pasukan ini berhasil merebut Kotaraja. Setelah
istana jatuh ke tangan Belanda, tetapi Sultan Aceh wafat. Dan walaupun
istana dapat diambil kembali, namun semangat rakyat Aceh dibawah
pimpinan Panglima Polim tetap tegar menentang kedatangan Belanda.
Perang
yang terjadi semakin hebat, semangat rakyat Aceh berkobar sampai ke
sumsum tulang mereka, hingga para pemimpin agama Aceh menyerukan Perang Jihad fi Sabilillah (Perang Suci di Jalan Alloh).
Seorang
panglima bernama Teuku Umar, dengan siasat perang, Teuku Umar menyerah
pada belanda pada tahun 1893 dengan tujuan hanya untuk mendapatkan
perlengkapan persenjataan. Setelah mendapatkan perlengkapan persenjataan
dia meninggalkan Belanda dan bersatu dengan pejuang rakyat, sehingga
serangan pejuang Aceh kepada Belanda semakin berbahaya.
Banyak
perlawanan yang terjadi di Aceh, salah satunya Teungku Cik Di Tiro.
Mereka menentang Belanda, karena Belanda menyebarkan agama Kristen di
Aceh. Belanda yang sudah kewalahan menghadapi serangan-serangan Aceh,
akhirnya mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk menyelidiki tata Negara
Aceh. Dari penyildikan itu yang ditulis dengan judul De Atjehers atau The Acehnese dapat diketahui kelemahan dan kunci rahasia, dibalik ketangguhan rakyat Aceh.
3) Akhir Perang Aceh
Berdasarkan
pengalaman Snouck Hurgronje, pada tahun 1899, Belanda mengirim Jenderal
Van Heutsz untuk menyerang ke Aceh Besar, Pidie, dan Samalanga.
Serangan tersebut dikenal dengan Serangan Saputra dari pasukan Marchausse, orang-orang Indonesia yang dilatih oleh Belanda. Akhirnya mereka berhasil mematahkan semangat para pejuang Aceh.
Dalam waktu singkat Belanda berhasil menguasai Aceh. Kemudian Belanda membuat Perjanjian Pendek,
diman kerjaan kecil terikat oleh perjanjian ini. Dan mengikat
kepala-kepala daerah dengan tersebut, membuat belanda berkuasa penuh
atas Aceh.
Banyak putra-putri Aceh berkorban dalam memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Indonesia
E. Perang Bali
Pada abad ke-19, Belanda mulai mencurahkan perhatiannya se Pulau Bali. Dorongannya adalah untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia. Sebelum abad ke-19, Pulau Bali telah dikuasai kerajaan-kerajaan kecil yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Klungkung.
Menurut
perjanjian antara kerajaan Klungkung dengan Belanda tahun 1841,
Kerajaan Klungkung yang saat itu dikuasai oleh Raja Dewa Agung Putra,
dinyatakan sebagai kupernement dari Hindia Belanda (suatu
daerah yang bebas dari pengaeruh kekuasaaan Belanda). Tapi ada hak-hak
Kearajaan Bali yang mudah dilanggar, yaitu Hak Tawan Karang.. Hak tersebut adalah kerajaan berhak merampas dan menyita barang-barang serta kapal-kapal yang terdampar di Pulau Bali.
Pada tahun 1844, pertama-tama Belanda memanfaatkan hak tersebut dengan sengaja membiarkan kerjaan Buleleng menawangkarangi sebuah
kapal di Prancak (daerah Jembara) yang saat itu berada dibawah
kekuasaan Kerajaan Buleleng. Peristiwa inilah yang dijadikan dalil oleh
Belanda untuk menyerang Pulau Bali pada tahun 1848. Karena Belanda
menganggap bahwa kerajaan Buleleng adalah kerajaan terkuat. Dengan
datangnya Belanda ke Bali maka
pertempuran tidak dapat dihindari. Pertempuran pertama mengalami
kegagalan dipihak Belanda, namun pada pertempuran kedua, yang terjadi
pada tahun 1849, belanda berhasil merebut benteng terakhir Kerajaan
Buleleng di Jagaraga. Pasukan Belanda saat itu dipimpin oleh Jenderal
Mayor A. V Michiels dan Van Swieten sebagai wakilnya. Akan tetapi Raja
serta patihnya berhasil melarikan diri ke Karangasem. Pertempuran itu
dinamakan Puputan Jagaraga.
Setelah Buleleng dapat ditaklukkan, Belanda terus menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di Pulau Bali. Akibatnya suasana kehidupan masyarakat terus diikuti dengan “Perang Puputan”, seperti perang-perang yang terjadi dikerajaan-kerajaan kecil di Pulau Bali.
Ø Perang Puputan Badung (1906),
di perang ini Belanda memakai cara yang sama seperti yang dilakukan
Belanda kepada Kerajaan Buleleng, tetapi Raja Badung (Ida Cokorde Ngurah
Gede Pamecutan). Raja telah mengetahui atas sikap penolakan Belanda
yang meminta ganti rugi atas kapalnya, tetapi mereka bersiap unruk
melawan Belanda. Pada tahun 1906, Belanda mendarat di Pantai Sanur terus
menuju ke pusat Kerajaan Badung. Pertempuran tejadi secara unik yaitu
anak, wanita, laki-laki berpakaian serba putih (Puputan) dengan membawa
keris atau tombak menyerbu Belanda tanpa rasa takut dan akhirnya
semuanya gugur.
Ø Perang Puputan Kusumba (1908),
pihak Belanda yang saat itu dipimpin oleh Miclhels mendapat luka-luka
oleh tembakan-tembakan dari Pasukan Klungkung. Namun dalam perang
berikutnya, Kusumba sebagai benteng pertahanan Klungkung di daerah
selatan, akhirnya dikuasai oleh Belanda.
Setelah
Kerajaan Badung dapat ditundukkan, Belanda juga menaklukkan Kerajaaan
Tabanan tahun 1906. Namun disini, Belanda mendapat perlawanan hebat dari
Kerajaan Tabanan, tetapi akhirnya dapat ditaklukkan juga oleh Belanda.
Pada
tahun 1908, Kerajaan Klungkung mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Sehingga pecah perang puputan, dimana Raja beserta keluargan dan kerabat
kerajaan gugur dalam mempertahankan wilayah kerajaan.
F. Perang Bone
Sejak Perjanjian Bongaya tahun 1667, Belanda mulai menguasai wilayah Sulawesi Selatan, terutama di daerah Makassar. Pada tahun 1824, Gubernur Jenderal Van der Capellen berangkat ke Makassar
untuk memperbarui Perjanjian Bongaya yang telah ditetapkan pada tahun
1667. Menurut Belanda, Perjanjian Bongaya tidak sesuai dengan system
imperialismenya. Akan tetapi Kerajaan Bone menentang keputusan itu.
Akibatnya terjadilah perang dan akhirnya Ibukota Bone telah jatuh ke
tangan Belanda.
Tetapi
Raja Putri memberikan perlawanan yang sengit dan menimbulkan korban
banyak dipihak Belanda, tetapi setelah Raja Putri meninggal pada tahun
1835, perlawanan rakyat Bone melemah.
Pada
tahun 1845, perang meletus lagi hingga pada tahun 1860 Bone dapat
dikalahkan. Jatuhnya Kerajaan Bone yang terkuat di Sulawesi Selatan,
menyebabkan Belanda dapat menguasai seluruh kerajaan-kerajaan kecil di
daerah itu, Perlawanan terahkir dari Kerajaan Bone, yaitu pada tahun
1908 dan sejak itu Bone berada dibawah kekuasaan Belanda.
G. Perang Banjarmasin
1) Sebab-sebab Perang Banjarmasin
Pada masa pemerintahan Sultan Adam, Belanda mulai masuk ke wilayah Banjarmasin.
Bahkan Sultan Adam sendiri secara resmi menyatakan hubungan antara
Kerajaan Banjarmasin dengan belanda tahun 1826. Namun pada tahun 1850,
muncul benih-benih permusuhan antara pihak keratin. Belanda juga ikut
ambil bagian didalam menentukan politik kerajaan dengan mengadu domba
oknum-oknum keluarga sultan sendiri.
2) Jalannya Perang Banjarmasin
Ketika
Sultan Adam meninggal dunia pada tahun 1857, terjadi perebutan
kekuasaan keraton. Belanda yang berdiri di belakang kekacauan ini
mengangkat Tamjid Illah sebagai sultan atas Kerajaan Banjarmasin. Namun
Tamjid Illah sangat dibenci oleh semua kelompok dan rakyat. Prabu Anom
yang merupakan saingannya diasingkan oleh Belanda ke Jawa. Sehingga
tinggal Pangeran Hidayatullah yang merupakan saingan berat Tamjid Illah.
Ditengah-tengah
kekacauan inilah meletusnya Perang Banjarmasin (1859) dengan Pangeran
Antasari sebagai penggeraknya. Pangeran Antasari adalah putra Sultan
Muhammad yang anti kepada Belanda.
Dalam
perang ini, Belanda memaksa untuk menurunkan Tamjid Illah sebagai
sultan dan mengangkat Pangeran Hidayatullah. Tetapi usulan itu ditolak,
maka ahkirnya Belanda menjadikan seluruh daerah Banjarmasin sebagai daerah kekuasaannya (1860).
Pangeran
Hidayatullah memihak kepada Pangeran Antasari. Namun pada tahun 1862,
Pangeran Hidayatullah ditawan dan dan dibuang ke Cianjur oleh Belanda.
Walaupun begitu, perang terus berlanjut oleh Pangeran Antasari yang
kemudian diangkat oleh rakyat menjadi sultan.
3) Akhir Perang Banjarmasin
Beberapa
saat kemudian, dalam Perang Banjarmasin, Pangeran Antasari mengalami
luka-luka dan meninggal pada tahun 1862. Perlawanan tetap berlangsung di
bawah pimpinan putra-putra Antasari sampai akhirnya tidak ada lagi
berita tentang perang itu
H. Perlawanan Rakyat Batak
1) Sebab-sebab Terjadinya Perang Batak
Kerajaan
Batak terletak diwilayah Tapanuli. Raja terakhir bernama Raja
Sisingamangaraja XII (1875-1907). Pusat kedudukan dan pemerintahan
Kerajaan Batak terletak di Bakkara (sebelah barat daya danau toba).
Alasan masyarakat melawan Belanda, ada 2 yaitu :
o Pertama, Raja Sisingamangaraja XII tidak terima daerah kekuasaannya di perkecil oleh Belanda, yang menguasai Tapanuli Selatan;
o Kedua, Belanda ingin mewujudkan Pax Netherlandica.
2) Jalannya Perang Batak
Untuk mewujudkan Pax Netherlandica, Belanda
menguasai Tapanuli Utara atas kekuasaan pada Tapanuli Selatan, dan
Sumatera Barat. Belanda menyebarkan ajaran Kristen dan tergabung dalam Rhijinsnhezending. Yang dilindungi dengan oleh Belanda.
Menghadapi
perluasan wilayah yang dilakukan Belanda, maka pada tahun 1878 Raja
Sisingamangaraja XII menyerang kedudukan Belanda didaerah Tpanuli Utara.
Pada tahun 1894, Belanda mengerahkan kekuatan untuk menguasai Bakkara
sebagai pusat kekuasaan Ssingamangaraja XII. Pertempuran sengit terjadi
di daerah Pakpak Dairi, sebelah barat danau toba. Pasukan Van Daalen
yang beroperasi di Aceh Tengah melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara
(1904), sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain melalui Kabanjahe dan Sidikalang.
3) Akhir Perang Batak
Pasukan
Marsose di bawah pimpinan Kapten Christoffle berhasil menangkap
keluarga Sisingamangaraja XII. Sementara itu, Sisngamangaraja dan
pengikutnya melarikan diri ke hutan Simsin. Bujukan menyerah ditolak dan
dalam pertempuran itu, Sisingamangaraja XII gugur bersama putrinya yang
bernama Lapian dan dua orang putranya Patuan Negari dan Patuan Anggi
serta sejumlah pengikutnya (17 Juni 1907). Jenazah Sisingamangaraja XII
dibawa ke Tarutung dan dimakamkan didepan Tangsi Militer Belanda. Tahun
1953 dipindahkan ke Soposurung di Balige.
I. Perlawanan-perlawanan Rakyat di Daerah Lainnya
Sejak tahun 1870 timbul perkembangan-perkembangan baru di Indonesia.
Dengan pelaksanaan kebebasan berusaha atau swatanisasi (liberalisme
dalam usaha) dan akibat dari pembukaan Teruzan Suez (1869) maka hubungan
antara Eropa dan Asia dapat
diperpendek. Kesemuannya ini mendorong pihak Belanda untuk segera
menyelasaikan perang kolonial, dan pembuatan daerah jajahan Indonesia. Karena kalau tidak kerajaan-kerajaan yang belum dikuasai Belanda akan dikuasai oleh bangsa Eropa.
Sekitar
tahun 1900 golongan feodal (Raja dan Bangsawan) sudah tak lagi berdaya
atas daerahnya, sepenuhnya dikuasai Belanda. Walaupun demikian, selau
ada perlawanan rakyat yang bersifat lokal, tetapi semuanya tidak arti
ditangan Belanda, karena daerah Indonesa dulu belum memiliki persatuan
dan kesatuan, hanya melindungi daerah masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar